MENGENAL, MENERIMA dan MEMAHAMI KIDUNG AGUNG
Kitab Kidung Agung yang di tulis oleh raja Salomo (1:1) adalah sebuah koleksi dari puisi Ibrani kuno untuk merayakan pengalaman2 yang dipenuhi dengan keindahan, kekuatan, kegelisahan, penderitaan dan sukacita dari kehidupan seksual dari seorang pecinta dengan kekasihnya. Tema cinta mewarnai seluruh kitab ini dan tidak satupun memuat tema2 rohani seperti hukum, dosa, anugerah, keselamatan atau doa. Inilah yang menimbulkan pertanyaan dan perdebatan (tidak terkeculi hingga pada hari ini): Mengapa Kitab seperti ini bisa masuk ke dalam kanon Yahudi dan kanon Alkitab?
Beberapa ahli eksegese Alkitab melihat kitab ini dari nilai sastra yang dikandungnya sebagai sebuah kumpulan nyanyian perkawinan dan cinta yang mengisahkan mengenai kerinduan hati yang begitu menggelora antara seorang gadis penjaga kebun anggur kepada kekasihnya sang penggembala domba (1:5-7). Sementara yang lainnya beranggapan, bahwa Kidung Agung adalah suatu kumpulan nyanyian dalam perkawinan para dewa tumbuhan di daerah Timur kuno (: ieros gamos) yang kemudian digunakan dalam pesta Mazot oleh orang2 Israel purba yang dirayakan pada musim semi. Tetapi langka sekali, bila nyanyian2 religius kafir itu bisa masuk ke dalam kitab suci Yahudi dan Alkitab.
Kitab ini di anggap ‘controversial’ oleh karena keunikan isinya yang dianggap membicarakan hal2 yang bersifat erotis dan tabu yang di pandang tidak seharusnya masuk ke dalam kanon Alkitab. Isi kitab penuh dengan ungkapan2 erotisme yang di gubah dalam syair2 halus dan indah. Barangkali oleh karena tema cinta dalam pernikahan muncul dalam kitab ini, maka beberapa seksolog dan penasihat pernikahan kristen menggunakan kitab ini sebagai referensi dari Alkitab bagi kehidupan seks dalam pernikahan. (1)
Meskipun ‘controversial,’ namun kitab Kidung Agung tetap memiliki tempat terhormat di dalam sinagoga2 Yahudi dan gereja2 kristen. Di Israel, kitab ini selalu dibacakan pada hari ke-8 perayaan Paskah Yahudi setiap tahun. Dikalangan kristen kitab ini termasuk kitab yang sangat jarang (bahkan hampir tidak pernah) dibacakan atau di bahas dalam pertemuan2 resmi seperti dalam kebaktian Minggu maupun persekutuan2 Alkitab.
Meskipun segala perincian mengenai munculnya kitab ini tidak jelas, tetapi nampaknya bisa diperkirakan muncul pada awal zaman Helenis. (2) karena di dalamnya nampak ada Aramaisme (Misalnya: 1:12; 2:7) dan kekhasan bahasa Yunani (3:9). Tetapi dimungkinkan juga adanya nyanyian2 yang boleh jadi sudah tua sekali.
Harus diakui bahwa kitab ini bukanlah sebuah kitab yang mudah dipahami begitu saja. Beberapa interpretasi (penafsiran) telah diupayakan oleh para ahli baik dari kalangan Yahudi maupun Kristen (Katolik dan Protestan), namun tetap saja kitab ini merupakan kitab yang penuh dengan kesulitan2 tertentu untuk di pahami. Itulah sebabnya ahli kitab Yahudi abad pertengahan menyebut kitab ini seperti ‘sebuah gembok yang kuncinya telah hilang.’(3)
Pada umumnya ada 2 metode penafsiran yang digunakan untuk memahami kitab ini: pertama, metode Alegori – dimana seluruh arti dan maksud teks bukan terletak pada kalimat2 hurufiah didalamnya tetapi pada arti rohani yang dikandungnya. Dengan metode ini maka para ahli Yahudi mengartikan isi Kidung Agung sebagai gambaran hubungan antara Allah dengan umat pilihan-Nya Israel. Sementara bagi sebagian ahli kristen melihatnya sebagai pernyataan hubungan antara Kristus dengan mempelai-Nya yakni gereja. Kedua, Natural – dimana seluruh arti dan maksud teks tepat sesuai dengan kalimat2 hurufiah yang ada didalamnya. Metode ini digunakan oleh sebagian besar kalangan kristen tetapi sangat di tentang oleh kalangan Yahudi. Dalam metode ini, isi Kidung Agung bercerita mengenai pernikahan raja Salomo, sementara puteri penjaga kebun anggur adalah puteri dari Firaun, raja Mesir (cf. 1:5-6). Salomo (shalom=damai) sebagai raja Israel mengambil seorang mempelai dari bangsa non-Israel dan menjadikannya sebagai bagian dari umat Allah (Israel). Hanya saja dalam kaitan nilai teologis, para ahli memandang bahwa kisah yang dipahami secara natural ini merupakan bayangan dari kisah yang akan datang mengenai seorang Raja yang lain, yakni Raja Damai yang akan mengambil mempelai-Nya dari kalangan orang2 luar Israel, yakni gereja.
Saya secara pribadi lebih memandang kitab ini mencakup 2 makna praktis berdasaran pesan harafiah dan spiritual. Secara harafiah kitab ini merupakan pujian dan rasa kagum atas misteri kasih manusiawi, dan secara spiritual merupakan ungkapan kasih Yahweh kepada umat-Nya yang telah dipenuhi melalui kasih Kristus kepada Gereja-Nya.
Dalam pembahasan eksposisi praktika interaktif kitab ini, pendekatan pemahaman berdasarkan pesan harafiah dan spiritual kitab menjadi cara terbaik untuk menemukan refleksi2 praktis bagi kehidupan kita sebagai orang percaya saat ini. Dari pesan harafiah kita akan menemukan nilai2 cinta yang mulia bagi kehidupan pribadi, keluarga, komunitas bersama, sekaligus hal2 yang menjadi perusak bagi nilai2 tersebut. Dari pesan spiritual kita akan menemukan kedalaman kasih Tuhan yang akan menuntun untuk mengetahui sejauh mana kedalam kasih kita kepada-Nya, kemurnian hidup percaya kita, seberapa setiakah kita dalam melaksanakan tanggungjawab hidup rohani, dan nilai2 rohani seperti apakah yang telah kita tanamkan dalam kehidupan kita dan orang2 yang kita kasihi.
Eksposisi Praktika Interaktif SolaFide April 2008 – 19.00 WIB
PESAN PRAKTIS HURUFIAH KIDUNG AGUNG
Kitab Kidung Agung mencerminkan kepedulian dari Allah yang sangat memperhatikan segala segi kehidupan kita, termasuk hal2 yang bagi sebagian orang tabu atau tidak boleh dibicarakan. Kitab ini mengajak kita untuk belajar dari kelemahan hidup terbesar dari seorang raja yang terkenal tidak beres integritasnya dalam hal kehidupan moral pernikahannya dan sekaligus menuntun kita untuk bersikap jujur dan tulus terhadap kelemahan2 hidup kita terbesar pada hari ini. Dengan memperhatikan kejujurannya yang tersirat dibalik pengajaran yang hendak ia sampaikan melalui kitab ini setiap kita akan jauh dari sikap yang menganggap kitab ini tabu atau ‘sungkan’ untuk dibicarakan. Justru kitab ini mengajak kita untuk jujur di dalam mengakui sisi2 gelap kehidupan kita dihadapan terang kebenaran firman Tuhan (lihat Roma 13:12-14). Allah melalui kitab ini seolah-olah mengingatkan setiap kita bahwa selama masih ada kekotoran di dalam dunia ini, maka kita sangat membutuhkan Kidung Agung ini.
Kitab ini mengungkapkan sisi2 dari keinginan manusia yang di penuhi dosa untuk membangun kehidupan cinta dan kesetiaan berdasarkan daya tarik fisik dan penampilan lahiriah. Ketidakpuasan terhadap apa yang telah dimiliki terlihat nyata dari gaya bahasa puitisnya yang penuh khayal atau imajinasi yang luar biasa. Sebagai pemuja keindahan dan seni (4) kitab ini memperlihatkan bahwa Salomo adalah pribadi yang sangat lemah dan tidak sanggup mengendalikan diri terhadap segala daya tarik erotis yang merupakan salah satu focus hidupnya yang terbesar. Tidak mengherankan jika akhirnya 1 Raja-Raja 11:1,3 menjadi rekaman Alkitab yang menunjukkan prestasi dan teladan hidup yang buruk dihadapan Allah dan manusia sepanjang masa. 300 isteri dan 700 gundik jelas bukan cerminan dari kehidupan cinta yang kudus dihadapan Allah dan teladan hidup kesetiaan yang baik bagi orang percaya pada zamannya, termasuk bagi kita pada hari ini. Imajinasi dan keinginan2 yang ‘liar’ di dalam dirinya menyebabkan ia menyalahgunakan hal2 yang merupakan anugerah Tuhan baginya, sehingga ia jatuh dalam rupa2 perzinahan dan pernikahan2 tidak seiman iman yang dilarang oleh Tuhan (1 Raja-Raja 11:2, 7-8).
Agaknya, Kidung Agung menjadi warisan yang berharga bagi kita pada hari ini untuk memperingatkan orang2 percaya mengenai akibat dari keinginan manusia yang melampaui batas2 yang dikehendaki Allah baginya. Di balik keindahan syair2 Kidung Agung, Salomo telah memperlihatan kepada kita akibat2 yang sangat buruk dari keinginan manusiawinya yang penuh dosa dan tak terkendali yang mengakibatan rusaknya kehidupan rumah tangga/keluarganya dan pecahnya kerajaan Israel menjadi 2 bagian.(5)
Tema tentang cinta dan kesetiaan yang benar merupakan bagian dari tema utama yang tersirat dari dalam kitab ini. Raja Salomo mengakui bahwa cinta dan kesetiaan yang sesungguhnya tidak dapat di beli dengan apapun (8:6-7, 11-12). Sebagai manusia yang paling berhikmat di bumi (6) dan seorang yang dianggap sebagai maha guru pengajar moral dalam tulisan2 di dunia modern, (7) ia memberikan kita 2 nasehat yang sangat bijaksana: (1) cinta dan kesetiaan yang benar tidak dibangun semata-mata oleh keinginan manusiawi kita (2:7; 3:5; 5:8; 8:4); dan (2) cinta dan kesetiaan yang benar menolak segala cara yang palsu dari dunia (8:6-7; 11-12)
Puteri-puteri Yerusalem (8) yang diungkapkan dalam kitab ini menggambarkan para wanita yang dinikahi oleh Salomo, yang sebenarnya ‘buta’ karena terpikat dengan kebahagiaan yang semu yang ia tawarkan kepada mereka melalui segala kemegahan duniawi yang ia miliki. Para puteri Yerusalem ini mewakili gambaran dari wanita2 yang tidak lagi melihat cinta dan kesetiaan yang benar sebagai sesuatu yang harus diperjuangkan, dimiliki dan dipertahankan. Kehidupan yang materialistis dan hedonistis membuat mereka rela dan senang hati mengabaikan kesucian dan harga diri dan menyerahkan hidup mereka kepada keinginan sang raja.
Berbeda dengan gadis Sulam yang dikisahkannya dalam kitab ini (1:5; 6:13). Gadis ini berusaha ia pikat dengan segala daya tarik dan kemegahan jasmaninya termasuk pengaruh kuasa politisnya (3:6-11), godaan materi yang ia tawarkan (8:11-12) untuk mau meninggalkan kekasihnya dan menjadi mempelai baginya . Ia memang berhasil memaksa sang gadis Sulam ke istananya sebagai mempelai wanita namun tetap tidak dapat membeli atau memiliki cintanya. Berbagai daya upaya dilakukan oleh sang raja untuk memenangkan hatinya, namun gadis Sulam ini tetap dapat menjaga kesucian dirinya. Kidung Agung 4:1-15; 5:1 adalah rayuan sang raja yang ditujukan untuk menaklukan hatinya. Dan meskipun sang raja turut ‘di bantu’ oleh para permaisuri dan para selirnya, yakni puteri2 Yerusalem penghuni Harem untuk membujuk dia, ternyata si gadis Sulam tetap tegar. Cinta dan kesetiaanya kepada kekasihnya sang penggembala domba tidak pernah berubah (5:2-8). Kidung Agung 5:9 merupakan ungkapan keputusasaan mereka dalam membujuk si gadis Sulam untuk menuruti keinginan sang raja, sekaligus juga sebagai bentuk kemarahan dan ejekan bagi si gadis Sulam karena di anggap menyia-nyiakan kesempatan ‘emas’ itu. Namun ejekan ini pada akhirnya, justru berubah menjadi kekaguman dalam diri sang raja ‘playboy’ ini beserta para permaisuri dan para selirnya (6:4-13). Mereka memuji si gadis Sulam karena cinta dan kesetiaannya yang tak terbeli dan tak tergantikan. Meskipun demikian, sesuai dengan wataknya yang tak kenal menyerah dan sebagai seorang yang keinginannya hampir tidak pernah tidak terpenuhi, sang raja masih tetap berusaha melakukan upaya terakhir (7:1-9). Tetapi rupanya tetap tidak berhasil. Si gadis Sulam tetap pada pendiriannya (7:10-8:4). Sang raja akhirnya menyerah dan membiarkan si gadis Sulam yang teryata tetap tidak mau menjadi mempelainya itu pergi dari istana dembali ke rumah orang tuanya dan bertemu kembali dengan kekasihnya! Ungkapan dalam Kidung Agung 8:5-14 menggambarkan kemenangan dari cinta dan kesetiaan sejati antara si gadis Sulam dengan kekasihnya sang penggembala domba.
REFLEKSI PRAKTIS BAGI KITA
1. Berhati-hatilah dengan berbagai keinginan hidup kita (lihat juga Roma 8:3-9; Galatia 5:16; 1 Petrus 2:11; 1 Yohanes 2;16; )
Keinginan2 hidup yang tidak pada tempatnya dapat membawa pada jurang kehancuran. Demikian juga dengan keinginan2 untuk mencapai sesuatu dengan cara yang tidak benar pada akhirnya dapat menjerumuskan hidup kita sendiri. Kebahagiaan hidup yang sesungguhnya bukan semata-mata terletak pada terpenuhinya keinginan2 jasmani tetapi lebih kepada kehidupan jiwa yang senantiasa puas dan mengucap syukur dengan apa yang Tuhan anugerahkan dalam hidup kita.
2. Lawanlah godaan dengan kesetiaan kepada orang2 yang kita kasihi (lihat juga Amsal 3:3; Roma 12:9; 2 Korintus 1:12; Galatia 5:22-23a; Yakobus 4:7)
Kita hidup ditengah dunia yang oenuh dengan godaan, baik dari dunia yang penuh dengan daya tarik dosa maupun dari dalam diri kita sendiri yang berasal dari sisa kehidupan daging. Kita perlu belajar dan meneladani si gadis Sulam yang tetap memelihara diri dari godaan2 yang muncul dari luar dan dari dalam dirinya sendiri yang sebenarnya lebih dari cukup untuk meninggalkan cinta dan kesetiaan yang benar dalam hidupnya (1:12-14; 2:16; 6:3; 7:10-13; 8:7, 11-12).
3. Hiduplah dengan menampilkan pesona kehidupan batiniah bukan lahiriah (lihat juga 1 Tesalonika 4:12; 1 Timotius 2:9).
Penampilan fisik yang menarik adalah sesuatu yang memang penting untuk tetap di jaga, tetapi yang jauh lebih penting dari pada itu adalah penampilan hidup batiniah kita. Pesona kehidupan yang semata-mata lahiriah hanya akan menawarkan kebahagiaan yang semu, tetapi pesona kehidupan batiniah akan mengalirkan kebahagiaan sejati. Si gadis Sulam dalam kitab Kidung Agung menegaskan kebenaran Alkitab bahwa pesona kehidupan batiniah jauh melampaui pesona kehidupan lahiriah (6:9c, d). Setiap kita hendaknya membangun daya tarik hidup kita bukan pada kegagahan atau keanggunan fisik, pengaruh materi dan motivasi2 hidup yang tidak pada tempatnya dihadapan Tuhan dan manusia, tetapi pada kekayaan hidup rohani dan gaya hidup yang berasal dari hubungan kita dengan kebenaran (Tuhan).
Simaklah juga nasehat dari rasul Petrus ini: “Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah” (1 Petrus 3:3-4).
4. Perjuangkan dan peliharalah kesucian hidup (lihat juga Ibrani 13:4).
Kidung Agung adalah kritikan terhadap hawa nafsu yang tidak kudus, praktek poligami, dan perselingkuhan. Kita diingatkan bahwa relasi intim antara seorang pria dan seorang wanita hanya dapat dimungkinkan melalui lembaga pernikahan yang monogamis. (9) Berdasarkan ini, segala ekspresi cinta kasih fisik yang menyenangkan bagi orang percaya hanya dimungkinkan melalui pernikahan. (10)
Eksposisi Praktika Interaktif SolaFide April 2008 – 19.00 WIB
PESAN PRAKTIS SPIRITUAL KIDUNG AGUNG
Tidak dapat diragukan lagi bahwa sejak awal, tradisi penafsiran kitab Kidung Agung secara Alegoris telah dipegang oleh banyak ahli teologia baik dari kalangan para rabi/sarjana Yahudi maupun dari kalangan kristen sendiri (yang juga sangat bervariasi). Namun perlu untuk diketahui bahwa dalam tradisi Yahudi, kitab ini selalu dimaknai ‘eksklusif’ karena tradisi Yahudi mengartikan isi kitab Kidung Agung sebagai gambaran dari hubungan antara Allah dengan umat pilihan-Nya Israel. Hingga hari ini, mereka sangat menghormati kitab ini dan selalu di baca secara khusus pada saat perayaan Paskah Yahudi. Bagi mereka kitab ini menggambarkan kasih Allah kepada orang Israel yang ditunjukkan-Nya dalam peristiwa pembebasan mereka dari perbudakan Mesir. (11) Mereka percaya bahwa Kidung Agung adalah “Kisah kasih yang spontan dari seorang raja agung kepada mempelainya yang menggambarkan kasih antara Allah dengan umat-Nya.” (12)
Tetapi benarkah demikian? Agaknya kita perlu mengingat kembali dalam pembahasan pertama dan kedua sebelumnya, bahwa pesan hurufiah kitab yang sangat kuat di dalam kitab ini tidak boleh diabaikan sama sekali. Justru disinilah letak kelemahan penafsiran Alegoris Yahudi yang berusaha menyangkali sama sekali pesan hurufiah dari kitab ini demi mempertahankan ataupun menjaga kesucian dari kanon (kitab suci).
Patut di ingat bahwa Kitab Suci di sebut ‘Suci’ bukan saja karena isinya hanya membicarakan hal2 yang suci; melainkan juga, menyingkapkan dengan jujur dan adil segala bentuk ketidaksucian yang merupakan akibat dari kejatuhan manusia di dalam dosa, dengan tujuan supaya manusia selalu mengingat betapa menyedihkan konsekwensi dosa, dan betapa Allah yang maha Suci namun Maha Pengasih itu tetap berkenan untuk membuka pintu pertobatan bagi mereka yang berkenan dihadapan-Nya. Selain itu unsur ‘eksklusifitas’ bahwa Kidung Agung merupakan gambaran dari hubungan antara Allah dengan (hanya) orang Yahudi (Israel) saja jelas tidak dapat di terima. Lagi pula dari segi struktur teks dan pemahaman terhadap tokoh2 yang dibicarakan dalam kitab ini, pemahaman Yahudi mengenai raja agung sebagai gambaran mengenai diri Allah sangatlah tidak tepat. Mengapa demikian?
Untuk menyegarkan kembali ingatan kita, mari kembali meneliti ringkasan inti dari seluruh kitab Kidung Agung berikut ini: (13)
Sang raja (salomo) dengan segala kemegahannya telah menarik hati puteri-puteri Yerusalem. (14) Mereka adalah gambaran dari para wanita yang dinikahi oleh Salomo, yang sebenarnya ‘buta’ karena terpikat dengan kebahagiaan yang semu yang ia tawarkan kepada mereka melalui segala kemegahan duniawi yang ia miliki. Para puteri Yerusalem ini mewakili gambaran dari wanita2 yang tidak lagi melihat cinta dan kesetiaan yang benar sebagai sesuatu yang harus diperjuangkan, dimiliki dan dipertahankan. Kehidupan yang materialistis dan hedonistis membuat mereka rela dan senang hati mengabaikan kesucian, kesetiaan, kehormatan dan harga diri dengan menyerahkan hidup mereka kepada keinginan sang raja.
Berbeda dengan gadis Sulam yang dikisahkannya dalam kitab ini (1:5; 6:13). Gadis ini berusaha ia pikat dengan segala daya tarik dan kemegahan jasmaninya termasuk pengaruh kuasa politisnya (3:6-11), godaan materi yang ia tawarkan (8:11-12) untuk mau meninggalkan kekasihnya, sang Penggembala domba (1:7, 16; 6:2-3) dan menjadi mempelai baginya. Ia memang berhasil memaksa sang gadis Sulam ke istananya sebagai mempelai wanita namun tetap tidak dapat membeli atau memiliki cintanya. Berbagai daya upaya dilakukan oleh sang raja untuk memenangkan hatinya, namun gadis Sulam ini tetap dapat menjaga kesucian dirinya.
Kidung Agung 4:1-15; 5:1 adalah rayuan sang raja yang ditujukan untuk menaklukan hatinya. Dan meskipun sang raja turut ‘di bantu’ oleh para permaisuri dan para selirnya, yakni puteri2 Yerusalem penghuni Harem untuk membujuk dia, ternyata si gadis Sulam tetap tegar. Cinta dan kesetiaanya kepada kekasihnya sang penggembala domba tidak pernah berubah (5:2-8).
Kidung Agung 5:9 merupakan ungkapan keputusasaan mereka dalam membujuk si gadis Sulam untuk menuruti keinginan sang raja, sekaligus juga sebagai bentuk kemarahan dan ejekan bagi si gadis Sulam karena di anggap menyia-nyiakan kesempatan ‘emas’ itu. Namun ejekan ini pada akhirnya, justru berubah menjadi kekaguman dalam diri sang raja ‘playboy’ ini beserta para permaisuri dan para selirnya (6:4-13). Mereka memuji si gadis Sulam karena cinta dan kesetiaannya yang tak terbeli dan tak tergantikan kepada kekasihnya sang Penggembala domba.
Meskipun demikian, sesuai dengan wataknya yang tak kenal menyerah dan sebagai seorang yang keinginannya hampir tidak pernah tidak terpenuhi, sang raja masih tetap berusaha melakukan upaya terakhir (7:1-9). Tetapi rupanya tetap tidak berhasil. Si gadis Sulam tetap pada pendiriannya (7:10-8:4). Sang raja akhirnya menyerah dan membiarkan si gadis Sulam yang teryata tetap tidak mau menjadi mempelainya itu pergi dari istana dembali ke rumah orang tuanya dan bertemu kembali dengan kekasihnya, sang Penggembala domba! Ungkapan dalam Kidung Agung 8:5-14 menggambarkan kemenangan dari cinta dan kesetiaan sejati antara si gadis Sulam dengan kekasihnya sang Penggembala domba.
Jadi, jelas sekali bahwa raja agung dalam kitab ini merupakan gambaran diri raja Salomo sendiri yang seluruh kehidupan pribadi dan karakternya sama sekali tidak mewakili gambaran mengenai Allah sebagaimana telah di pegang kuat dalam tradisi Yahudi! Justru sebaliknya, akan lebih tepat jika dalam garis tafsiran ini, tokoh sang raja (Salomo – sang mempelai pria) di lihat sebagai penggoda, pendosa besar, manusia berdosa, manifestasi dari ketidasetiaan atau bahkan symbol dari Setan yang suka menggoda dan merampas sejahtera manusia! Sementara si gadis Sulam (sang mempelai perempuan) dapat digambarkan sebagai orang percaya atau gereja yang tetap setia, tekun, tidak mudah menyerah, memelihara kesucian hidup, dan tidak mudah putus asa dalam mengadapi pergumulan yang sangat berat sekalipun. Bagaimana dengan sang Penggembala domba yang adalah kekasih dari si gadis Sulam ini? Jelas sekali sang Penggembala domba dalam kitab ini dapat mewakili gambaran diri Allah yang adalah Penggembala dan Pemelihara umat-nya, yang selalu setia menunggu umat pilihan yang dikasihi-Nya kembali kepada-Nya (lihat Mazmur 80:1; Yesaya 40:11; Yohanes 10:1-18; Ibrani 13:20).
Bila kita memahami kebenaran di atas dalam terang hubungan kita dengan Allah; maka, setiap kita akan mampu melihat keutuhan pesan dari kitab ini melalui korelasi antara pesan hurufiah dan pesan spiritual. Atau dengan kata lain, kitab ini mengajak kita melihat ke dalam cermin untuk mengetahui jawaban yang pasti mengenai 2 pertanyaan penting yang sangat krusial bagi kita orang percaya pada hari ini, yakni: apakah cara hidup kita telah, sedang atau senantiasa berpadanan dengan kebenaran Firman Allah; dan, bagaimanakah sebenarnya kondisi kehidupan rohani kita yang ‘asli’ dihadapan Allah?.
Jawaban yang jujur terhadap kedua pertanyaan inilah yang pada akhirnya akan menjadi penguji yang paling ampuh untuk memberitahukan sejauh mana kedalaman akar hubungan spiritual kita yang sesungguhnya dengan Allah!
Mari Kita Hayati Dalam Hidup Keseharian
1. Jadilah mempelai milik Kristus yang sejati
Ia, yang adalah mempelai pria yang sejati mengundang kita – mempelai perempuan – untuk mengikut Dia (Kidung Agung 2:13) dan bahwa barangsiapa yang tidak menjawab atau memberi respon dengan baik ketika Ia mengetuk pintu hati; akan mendatangkan kebinasaan bagi dirinya (Kidung Agung 5:2-8; dan Wahyu 3:20), dan barangsiapa tidak siap dalam menyambut kedatangan-Nya tidak layak untuk masuk ke dalam kerajaan-Nya (lihat Matius 5:1-13).
2. Barangsiapa telah menjadi milik Allah, menjadi milik Allah selamanya
Kasih Allah yang menyelamatkan sedemikian amat kuat (Kidung Agung 8:6-7, juga 1 Yohanes 4:10). Ia telah memberikan Kristus yang rela menyerahkan nyawa-Nya sebagai pengganti kita di atas kayu salib Golgota (Yohanes 3:16; 1 Petrus 2:24) dan sekaligus memeteraikan kita dengan kematian-Nya (1 Korintus 11:25) melalui pekerjaan Roh-Nya yang Kudus (Efesus 1:13). Setiap orang yang dikasihi-Nya, yakni kepada siapa Ia berkurban (Kidung Agung 8:6-7) pasti akan datang kepada-Nya dan tidak akan dibuang-Nya (Yohanes 6:37, 44).
3. Jauhilah ‘perselingkuhan’ rohani
Kidung Agung menunjukkan betapa hebatnya godaan yang datang dari daya tarik filosofi hidup manusia yang hedonis dan materialis (Kidung Agung 1:2-4; 3:6-11) yang menjanjikan segala kenikmatan hidup yang bersifat fana yang dapat menjadi berhala (Baal-Hamon) di dalam kehidupan orang percaya (Kidung Agung 8:11). Oleh karena itu waspadalah terhadap segala hal yang dapat mengakibatkan kita ‘menduakan’ Tuhan dalam hidup ini (lihat Matius 6:24; Lukas 16:13). (15) Jadilah orang percaya yang setia (Kidung Agung 1:13-14; 7:10; 8:12)!
4. Peliharalah kehidupan doa dihadapan Allah
Kidung Agung menyampaikan pesan doa yang kuat lewat pergumulan2 hidup si gadis Sulam (Kidung Agung 1:7; 2:16-17; 3:1-3) dan pemenuhan atas harapan2nya pada akhirnya. Hal ini senantiasa mengingatkan kita bahwa, Allah berkenan mendengar doa dan keluh kesah orang percaya/gereja yang adalah mempelai perempuan-Nya (Kidung Agung 8:13) yang merindukan kehadiran, penghiburan dan pertolongan-Nya (Kidung Agung 8:14). Lihat juga Filipi 4:6; Kolose 4:2; 1 Yohanes 5:14.
5. Hiduplah dengan penuh ucapan syukur
Kidung Agung memperlihatkan kepada kita 2 sikap yang berbeda: sang raja yang tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya (Kidung Agung 6:8) dan si gadis Sulam yang puas dengan keadaannya (Kidung Agung 1:6; 2:3; 5:9-16; 8:12). Kebenaran ini mengingatkan kita betapa pentingnya kita senantiasa mengucap syukur dalam hidup kita. Kebahagiaan, sukacita, harga diri, damai sejahtera, rasa puas dan kemuliaan hidup yang sejati tidak tergantung kepada situasi dan kondisi hidup tetapi kepada bagaimana kita menikmati hidup ini bersama dengan Tuhan. Lihat Efesus 5:20.
6. Jadilah orang percaya yang hidup tulus dihadapan Allah.
Kidung Agung ‘menempelak’ setiap kita betapa seringnya kita kurang mengasihi Allah dalam setiap perbuatan kita. Salomo meskipun pada awalnya hidup tulus dihadapan Allah, namun seiring dengan waktu, segala keberhasilan dan kemuliaan jasmani yang bertambah-tambah telah membuatnya ‘lupa diri.’ Gaya hidupnya berubah, sikap yang penuh hikmat dan bijaksana tenggelam dalam keangkuhan hidup. Bait Suci Yerusalem yang dibangun pada masa pemerintahannya bukan saja hanya menjadi bukti dari perbuatan baik terbesar yang pernah ia lakukan tetapi juga telah menjadi saksi yang nyata betapa ia tidak dapat hidup tulus sepenuhnya dihadapan Allah sebagaimana yang pernah ia dengarkan dari-Nya (lihat 1 Raja-raja 9:1-9).
7. Bila kita gagal dalam mengikut Tuhan, kita harus bangkit kembali!
Mengapa si gadis Sulam bisa sampai di istana raja Salomo? Benarkah ia terpaksa oleh karena keadaan? Atau mungkinkah ia ‘sempat’ tergoda?
Segala kemungkinan bisa saja terjadi. Seandainya kemungkinan itu disebabkan oleh karena kelemahannya (terpaksa oleh keadaan atau memang benar karena tergoda oleh daya tarik sang raja); namun, satu hal yang sangat penting untuk kita pahami adalah bahwa meskipun ia telah berada di Harem sang raja di Yerusalem (lihat Kidung Agung 1:4, 12; 3:11), dan oleh raja disebut sebagai mempelai idamannya (lihat Kidung Agung 4:1-15; 6:4-7; 7:1-9), ternyata kasihnya tetap kepada sang Penggembala domba. Bila pergumulan, kesedihan, keputusasaan, kekecewaan yang bercampur baur menjadi satu yang terlihat di dalam ungkapan2 dari dalam hatinya di sepanjang kitab menunjukkan besarnya penyesalan yang ada didalam dirinya; maka, setiap kita dapat mengerti mengapa ia akhirnya berjuang keras untuk kembali ke rumah orang tuanya dan bertemu kembali dengan kekasihnya (lihat Kidung Agung 6:13).
Dengan demikian sebuah pesan yang kuat juga disampaikan kepada kita: bila kita gagal dalam mengasihi, mengikut dan melayani Tuhan, kita harus bangkit! Kita harus bertekad untuk bangkit kembali. Tidak hanya menyesal lalu tidak berbuat apa-apa. Kita perlu memohon pertolongan Tuhan sendiri agar kasih kita boleh kembali dipulihkan kepada-Nya (lihat Yohanes 21:15-17).
CORAM DEO
catatan:
(1) Penasihat pernikahan kristen seperti Tim LaHaye dan Beverly LaHaye dalam buku mereka The Act Marriage (Grand Rapids: The Zondervan Co., c 1976), menjadikan Kitab Kidung Agung sebagai bahan referensi bagi kehidupan seks dalam pernikahan kristen. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Kehidupan Seks Dalam Pernikahan” melalui kerjasama penerbit kristen Yayasan Kalam Hidup dan Yayasan Andi.
(2) Zaman Helenis adalah zaman kejayaan kekaisaran Yunani pada 332-301 s.M. Pada 336 s.M, Alexander Agung, kaisar Yunani yang baru berusia 20 tahun menjelajahi dan menaklukan Mesir, Asyur (Syria), Babilonia dan Persia. Raja ini kemudian menyerang dan menaklukan Palestina pada 332 s.M. Ia berusaha agar Palestina membuka diri terhadap proses Helenisasi yakni pengunaan bahasa, budaya, seni Yunani dalam kehidupan masyarakat. Pengaruh dari zaman Helenis ini tetap terasa dalam zaman kerajaan Syria/Aram (198-167 s.M) hingga munculnya kekaisaran Romawi pada 63 s.M.
(3) Lihat Dennis F. Kinlaw, Song of Songs in NIV Bible Commentary vol. 1: Old Testament (consulting editors: Kenneth L. Barker & John Kohlenberger III, Grand Rapids: Zondervan Pub. House, 1994). P. 1026.
(4) Alkitab mencatat bahwa Salomo adalah seorang raja yang sangat produktif dalam menghasilkan karya sastra dan piawai dalam bidang seni musik. Ia menggubah 3000 Amsal dan menciptakan 1005 nyanyian (lihat 1 Raja-Raja :32).
(5) Lihat 1 Raja-Raja 11:9-13; 12:1-33 cf. 2 Tawarikh 10:1-11:4.
(6) Lihat 1 Raja-Raja 10:23; 2 Tawarikh 9:22-23.
(7) See the details in The Song of Solomon: Love Poetry of the Spirit, foreword by John Updike (Oxford: Lion Publishing, 1997), p. 43.
(8) Lihat Kidung Agung 1:7; 3:5, 11; 5:9; 8:4. Puteri-puteri Yerusalem ini adalah gambaran mengenai para wanita yang ia kumpulkan di dalam harem (istana yang khusus untuk para selir raja) di Yerusalem. Mereka disebut ‘puteri-puteri Yerusalem’ tidak sepenuhnya dalam pengertian bahwa wanita2 yang merupakan ‘koleksi’ raja Salomo ini adalah berasal dari kalangan orang2 Israel. Selain di Israel sendiri, Salomo juga mencintai banyak wanita termasuk negeri2 asing yang tidak mengenal Tuhan seperti Moab, Amon, Edom, Sidon dan Het (1 Raja-Raja 11:1).
(9) Kejadian 2:24
(10) lihat Amsal 5:15-19; 1 Koritus 7:3.
(11) Lihat kitab Keluaran
(12) Henry Hampton Halley, Pocket Bible Hand Book. Chicago: H.H. Halley’s copyright 1929, sixth edition – revised, p. 45.
(13) Lihat bahan materi “Pesan Hurufiah Kitab Kidung Agung” halaman 4, Rabu, 16 April 2008 (oleh Pdt. Yarman).
(14) Lihat Kidung Agung 1:7; 3:5, 11; 5:9; 8:4. Puteri-puteri Yerusalem ini adalah gambaran mengenai para wanita yang ia kumpulkan di dalam harem (istana yang khusus untuk para selir raja) di Yerusalem. Mereka disebut ‘puteri-puteri Yerusalem’ tidak sepenuhnya dalam pengertian bahwa wanita2 yang merupakan ‘koleksi’ raja Salomo ini adalah berasal dari kalangan orang2 Israel. Selain di Israel sendiri, Salomo juga mencintai banyak wanita termasuk wanita dari negeri2 asing yang tidak mengenal Tuhan seperti Moab, Amon, Edom, Sidon dan Het (1 Raja-Raja 11:1).
(15) Baal-Hamon berarti Tuan atau Dewa Kekayaan. Sebutan ini dalam bahasa Aramaic yang digunakan dalam ucapan Yesus di Lukas 6:24 adalah ‘Mamon’ atau ‘Mamonas’ yang dapat berarti kemakmuran, harta, kekayaan, atau properti yang menarik hati. Tidak berlebihan bila Tuhan Yesus memberi peringatan keras bagi kita, “Karena dimana hartamu berada, disitu juga hatimu berada” ! (lihat Matius 6:21; Lukas 12:34). Ingat, disini Tuhan Yesus sama sekali tidak melarang kita untuk memiliki sejumlah harta milik. Penekanannya adalah pada sikap hati pemiliknya. Waspadalah!
Bahan2 pilihan bagi yang ingin mendalami lebih lanjut:
John Updike, The Song of Solomon: Love Poetry of the Spirit. Oxford: Lion Publishing Plc., 1997.
Lawrence Boadt, Reading the Old Testament. The Missionary Society of St. Paul the Apostle in the
State of New York, 1992.
Matthew Henry, Matthew’s Henry Commentary On The Whole Bible: Vol. III – Job to Song of Solomon.
Virginia: Mac Donald Publishing Company, 1710.